Scroll untuk baca artikel Lain
iklan 325x300
iklan 325x300
BeritaNews

Dewan Pers Usut Kasus Direktur JakTV

48
×

Dewan Pers Usut Kasus Direktur JakTV

Sebarkan artikel ini
Dewan Pers: UU KUHP Ancaman Kemerdekaan Pers dan Demokrasi

Dewan Pers Usut Kasus Direktur JakTV

 

Pasang Iklan Disini
iklan 325x300
Kontak Iklan 081574404040

“Dewan Pers Usut Dugaan Pelanggaran Etik  Jurnalis Direktur Pemberitaan JAK TV yang Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan”

 

EXPOSE NET | JAKARTA — Pemberitaan penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB), sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus perintangan penyidikan menimbulkan polemik, khususnya menyangkut kebebasan pers. TB disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena diduga membuat narasi dan konten negatif untuk menjatuhkan institusi Kejaksaan, atas pesanan dua pengacara yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Tian diduga menerima pesanan berita dari Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS)—dua advokat yang mendampingi tersangka kasus korupsi. Dari perbuatan tersebut, Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478.500.000 yang masuk ke kantong pribadinya.

“TB diminta membuat dan menyebarkan berita serta konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan, dengan tujuan menghambat penyidikan, penuntutan, hingga proses persidangan,” kata Qohar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025).

Kejagung menyebut bahwa tindakan TB dilakukan tanpa sepengetahuan manajemen JAK TV. Konten-konten tersebut disebarkan melalui media sosial, media online, hingga ditayangkan di JAK TV, termasuk topik-topik soal perkara impor gula dan ekspor crude palm oil (CPO).

 

Polemik Penggunaan Pasal Tipikor Inilah Reaksi Akademisi dan Organisasi Profesi Pers

Penggunaan Pasal 21 UU Tipikor terhadap Tian menuai sorotan dari sejumlah kalangan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, menyebut pasal tersebut kurang tepat digunakan dalam kasus ini. Menurutnya, pemberitaan—baik positif maupun negatif—merupakan bagian dari kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Pers.

“Lebih tepat jika kasus ini dikenakan UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, terutama karena menyangkut penerimaan uang antar pihak swasta,” ujar Indriyanto.

Ia menilai bahwa penerapan Pasal 21 UU Tipikor dalam konteks pemberitaan bisa menciptakan preseden buruk terhadap kebebasan pers dan menimbulkan stigma kriminalisasi terhadap jurnalis.

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menilai, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyalahi prosedur ketika menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka karena membuat berita dengan framing negatif terhadap Kejagung.

Herik menyatakan, Kejagung semestinya lebih dulu meminta pendapat Dewan Pers sebelum memproses hukum karena pihak yang berwenang menilai sebuah karya jurnalistik adalah Dewan Pers.

“Kasus TB (Tian Bahtiar) terkait dengan karya-karya jurnalis. Yang bisa menentukan bahwa karya-karya jurnalis ini adalah negatif, bermasalah, ada konspirasi, ada fitnah, buruk, itu adalah wilayahnya Dewan Pers,Jadi, ini adalah kesalahan prosedur yang dilakukan” kata Ketum IJTI.

 

Dewan Pers Turun Tangan

Menanggapi kasus ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan pihaknya akan mengusut dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik dalam berita-berita yang dibuat atas perintah TB. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah konten tersebut melanggar prinsip jurnalisme seperti uji akurasi dan keberimbangan.

“Dewan Pers akan menilai dari dua aspek, yaitu isi pemberitaan dan perilaku jurnalisnya,” kata Ninik usai bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (22/4/2025).

Ketua Dewan Pers menegaskan, meski menghormati proses hukum, ranah penilaian terhadap karya jurnalistik tetap menjadi wewenang Dewan Pers sesuai amanat UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Bambang Santoso, Ketua Bidang Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, menyayangkan langkah Kejagung yang langsung menetapkan TB sebagai tersangka. Menurutnya, laporan terhadap media semestinya terlebih dahulu disampaikan kepada Dewan Pers untuk diuji dalam ranah etik dan profesi.

 

Kejaksaan  Beralasan Proses Hukum Bukan Serangan Terhadap Pers

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa kasus ini murni berkaitan dengan tindakan pribadi Tian, bukan pemberitaan atau lembaga media tempat ia bekerja.

“Kami tidak anti kritik. Yang dipersoalkan adalah permufakatan jahat dan upaya menghalangi proses hukum, bukan isi berita atau media pers,” ujar Harli.

Kejagung juga membeberkan barang bukti berupa invoice atas pesanan berita bernilai ratusan juta rupiah, serta dokumentasi konten di media sosial dan laporan realisasi pemberitaan kepada MS. Bahkan ditemukan bukti pendanaan demonstrasi dan seminar yang digarap MS dan JS untuk membentuk opini publik yang menekan proses hukum.

 

Penetapan tersangka dan proses hukum berjalan, hingga kini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yaitu:

Marcella Santoso (MS) – Pengacara
Junaedi Saibih (JS) – Pengacara
Tian Bahtiar (TB) – Direktur Pemberitaan JAK TV
Ketiganya ditahan untuk 20 hari pertama dan dijerat Pasal 21 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta terindikasi kuat melanggar UU Tindak Pidana Suap.

Sementara Dewan Pers terus mendalami aspek etika profesi dalam kasus ini dan akan memanggil para pihak guna memastikan kejelasan apakah produk-produk yang dibuat merupakan karya jurnalistik yang sah atau tidak.

 

Redaksi

 

Dewan Pers Kecam Teror  Terhadap Jurnalis

 

Dewan Pers Usut Kasus Direktur JakTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »