Dugaan Pungli PPDB di SMAN 2 Cileungsi, GIAK-NJ Kabupaten Bogor Minta Disdik Tindak Tegas
Ex-Pose.net, Bogor ? Dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Kabupaten Bogor kembali menjadi sorotan. Orangtua siswa yang tidak ingin di sebutkan namanya mengakui adanya biaya tambahan yang tidak resmi saat mendaftarkan anak mereka.
Ia menyatakan bahwa telah membayar sejumlah uang yang tidak tercantum dalam ketentuan resmi PPDB. Biaya tersebut di berikan karena ada data penunjang yang tidak lengkap.
“Jumlahnya memang tidak di patoki salah satu oknum panitia PPDB agar bisa di terima,” katanya di Cileungsi pada 4 Juni 2024 lalu.
Saat di konfirmasi melalui pesan singkat WhatSapp Humas SMAN 2 Cileungsi Haris Kurniawan mengatakan semua pendaftaran melalui online tidak ada domain sekolah. Carilah pekerjaan yang baik dan halal.
Menyoroti hal tersebut ketua Gerakan Indonesia Anti Korupsi Nusantara Jaya (GIAK-NJ) Julianda Effendi menyampaikan sangat prihatin dengan adanya laporan pungli dalam proses PPDB ini.
“Tindakan semacam ini jelas mencederai prinsip pendidikan yang bersih dan transparan.” Katanya saat di Kantor Sekretariat GIAK-NJ di Cibinong, Kabupaten Bogor pada Jumat (21/06/2024).
Pihaknya meminta kepada Dinas Pendidikan Jawa Barat dan penegak hukum. Untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap kasus ini.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang terlibat dalam praktik pungli ini. Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Dan tidak boleh di komersialkan dengan cara-cara ilegal seperti ini,” tegasnya
Lebih lanjut, Julianda mengimbau kepada para orangtua dan masyarakat untuk tidak ragu melaporkan setiap tindakan pungli yang mereka temui dalam proses PPDB.
“Partisipasi masyarakat sangat penting untuk memberantas praktilk korupsi di sektor pendidikan. Kami siap menerima laporan dan memberikan perlindungan kepada pelapor,” ucapnya.
Sementara itu, terkait jawaban dari pihak sekolah yang di wakili Haris Kurniawan kepada wartawan, ia menuturkan perkataan itu tidak pantas di lontarkan seorang humas.
“Sebagai humas seharusnya menggunakan bahasa yang baik. Bukan merendahkan profesi wartawan. Harusnya sesuai tupoksinya Pak Haris memahami pentingnya menghormati kerja wartawan yang berperan sebagai pengawas publik,” tegasnya.
“Perkataan tersebut tidak hanya mencerminkan sikap tidak profesional dari seorang humas. Tetapi juga menyepelekan peran vital wartawan dalam menyediakan informasi yang akurat dan kritis bagi masyarakat. Jurnalis adalah pilar demokrasi, dan mereka layak di perlakukan dengan hormat,? sambung Julianda.